Mengapa Mahasiswa Hukum Wajib Paham Politik: Kunci Sukses Memahami Proses Legislasi

Mengapa Mahasiswa Hukum Wajib Paham Politik: Kunci Sukses Memahami Proses Legislasi

Bagi banyak mahasiswa hukum, perjalanan studi seringkali terasa seperti menggali tumpukan undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), dan yurisprudensi. Fokus utama adalah menghafal pasal, menganalisis kasus, dan memahami doktrin. Politik, dalam pandangan ini, sering dianggap sebagai domain yang terpisah, ranah yang ‘kotor’ atau tidak relevan dengan kepastian hukum.

Namun, pemahaman ini adalah ilusi yang berbahaya. Inti dari hukum—khususnya yang mengatur kehidupan publik seperti UU Cipta Kerja, UU ITE, atau APBN—adalah produk dari proses politik. Hukum lahir, berkembang, dan berubah melalui negosiasi kekuasaan, kepentingan, dan ideologi yang dinamis.

Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa pemahaman politik bukan hanya nilai tambah, tetapi menjadi kunci sukses mutlak bagi mahasiswa hukum, baik sebagai calon praktisi, akademisi, maupun pembuat kebijakan. Kita akan melihat bagaimana STIHP Pelopor Bangsa (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik) memposisikan pemahaman politik sebagai inti kurikulum, melahirkan lulusan yang siap menghadapi realitas hukum di Indonesia.


## Proses Legislasi: Laboratorium Politik dan Hukum

Proses legislasi adalah titik temu paling nyata antara politik dan hukum. Di sini, politik berperan sebagai “dapur” yang memasak bahan-bahan hukum. Tanpa memahami dapur ini, mahasiswa hukum hanya melihat produk akhir, tanpa mengerti mengapa produk itu terasa pahit, manis, atau terkadang kontroversial.

Tiga Alasan Kenapa Politik Mengatur Hukum:

Kutipan Kunci: “Hukum dalam dirinya sendiri tidak memiliki kekuasaan; ia hanyalah formalitas. Kekuasaan itu berada di tangan para pembuat, pelaksana, dan penegaknya, yang semuanya adalah pemain politik.”


## Peran Mahasiswa Hukum di Ranah Publik: Dari Analis Hingga Policy Maker

Mahasiswa hukum yang melek politik memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan di dunia profesional:

1. Sebagai Praktisi (Pengacara, Jaksa, Hakim)

Seorang pengacara yang sukses tidak hanya berargumen berdasarkan teks hukum ($*ius constitutum*$); mereka juga harus memahami konteks politik di balik hukum tersebut.

2. Sebagai Akademisi dan Peneliti Hukum

Penelitian hukum yang mumpuni harus bersifat sosiologis-yuridis. Seorang akademisi yang paham politik mampu menganalisis kesenjangan (gap) antara hukum in abstracto (hukum dalam teks) dan hukum in concreto (hukum dalam praktik), yang kesenjangannya seringkali diisi oleh praktik-praktik politik.

3. Sebagai Pembuat Kebijakan (Policy Maker / Legislator)

Mahasiswa yang bercita-cita menjadi anggota DPR, policy analyst, atau staf ahli di kementerian mutlak harus menguasai politik. Mereka tidak hanya merancang pasal yang logis secara hukum, tetapi juga merancang UU yang dapat diterapkan secara politik, diterima oleh publik, dan memenangkan dukungan di parlemen.


## Studi Kasus STIHP Pelopor Bangsa: Membangun Kompetensi Interdisipliner

STIHP Pelopor Bangsa (nama ini hanyalah contoh untuk tujuan artikel) dikenal sebagai institusi yang secara eksplisit mengintegrasikan Ilmu Politik dalam kurikulum hukumnya, menjadikannya pelopor dalam pendidikan hukum yang interdisipliner.

Tiga Pilar Kurikulum di STIHP:

Dampak Nyata Lulusan:

Lulusan STIHP Pelopor Bangsa seringkali memiliki keunggulan dalam:


## Tantangan dan Rekomendasi untuk Mahasiswa Hukum

Menguasai politik bagi mahasiswa hukum membutuhkan usaha yang disengaja. Mahasiswa tidak bisa hanya mengandalkan buku teks.

Tantangan Utama:

Rekomendasi Aksi Praktis:


## Kesimpulan: Menjadi Ahli Hukum yang Sempurna

Mahasiswa hukum wajib paham politik karena politik adalah faktor kausal di balik setiap peraturan perundang-undangan. Memahami politik adalah alat untuk membaca ‘peta kekuasaan’ yang tak terlihat, yang secara fundamental memengaruhi interpretasi, implementasi, dan penegakan hukum.

Dengan mencontoh semangat STIHP Pelopor Bangsa yang proaktif mengintegrasikan kedua ilmu ini, mahasiswa hukum masa depan akan menjadi lebih dari sekadar penerjemah undang-undang. Mereka akan menjadi arsitek sosial dan pemimpin pemikiran yang mampu merancang dan menjalankan hukum yang tidak hanya benar secara yuridis, tetapi juga adil secara sosial dan bijak secara politik.

Hukum adalah aturan permainan; Politik adalah pemainnya. Ahli hukum harus memahami keduanya.

Baca Juga: Riset Opini Publik dan Survei Politik: Kegiatan Ilmiah Mahasiswa Memprediksi Tren Pemilu

admin
https://stihpalu.ac.id